Setelah berakhirnya Perang Dunia II, dunia terbagi
menjadi dua blok, Blok Barat dan Blok Timur. Blok barat terdiri dari
negara-negara dengan paham liberalis dan blok timur terdiri dari negara-negara
dengan paham komunis. Keduanya memperebutkan pengaruh pada negara-negara lain.
Dikarenakan situasi yang seperti ini, Indonesia dan
negara-negara netral lainnya menggagaskan Konferensi Asia-Afrika. Pada tanggal
18-25 April 1955 diselenggarakan Konferensi Asia Afrika atau KAA pertama di
Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat. Ali Sastroamidjojo memimpin rapat dan
dibuka oleh Presiden Sukarno.
Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika tidak terlepas
dari konferensi Kolombo pada tanggal 28 April-2 Mei 1954. Dari konferensi ini
lahirlah KAA, konferensi pertama yang mewakili 29 negara dari kawasan
Asia-Afrika. Konferensi KAA digagas oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dalam
konferensi Colombo.
KAA disponsori oleh lima negara dari Konferensi
Kolombo, diundang oleh Perdana Menteri Indonesia ke konferensi di Bogor, Jawa
Barat. Lima negara tersebut adalah Burma, Ceylon, India, Indonesia dan
Pakistan.
Kelima negara ini mempunyai masalah mereka
masing-masing, diantaranya yaitu :
- Keengganan Barat untuk berunding terkait
nasib bangsa Asia
- Ketegangan antara
China dan Amerika Serikat
- Keinginan untuk
menciptakan perdamaian dengan China dan Barat
- Perlawanan terhadap
kolonialisme, terutama pengaruh Perancis di Afrika Utara
- Sengketa Indonesia dengan Belanda atas Irian Jaya
Selain kelima negara penyelenggara, peserta Konferensi
Asia Afrika juga berasal dari Afrika, Asia, hingga Timur Tengah. Diantaranya
ada Afghanistan, Kamboja, China, Mesir, Ethiopia, Ghana, Iran, Irak, Jepang,
Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Arab Saudi, Sudan,
Suriah, Thailand, Turki, Yaman, Vietnam Utara dan Vietnam Selatan.
Lokasi pertemuan dilaksanakan di Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun. 12 hotel dan 31 bungalow di sepanjang Jalan Chipaganti, Lembang dan Qiumbruit, termasuk Hotel Preanggar, dipilih untuk akomodasi peserta konferensi yang menampung sekitar 1.500 orang. Selain itu, akomodasi akan disediakan untuk 500 jurnalis dari dalam maupun luar negeri.
Di KAA Bandung, mereka membahas isu negara terutama
negara berkembang bekas jajahan barat. Dimulai dengan isu perdamaian, peran negara
berkembang dalam Perang Dingin, pembangunan ekonomi dan dekolonisasi.
Banyak peserta, terutama dari Afrika, mewakili dan menengahi aspirasi negara-negara yang masih dalam proses kemerdekaan.
Setelah delapan hari pertemuan, beberapa keputusan
berhasil dibuat. Diantaranya adalah memajukan kerjasama antara negara-negara
Asia dan Afrika di bidang sosial, ekonomi dan budaya, mendukung perjuangan
melawan imperialisme, menegakkan keberadaan hak asasi manusia, dan
berpartisipasi dalam pembentukan perdamaian dunia.
Selain itu, KAA juga telah menetapkan sepuluh prinsip
yang tertuang dalam “Declarastion on The Promotion of World Peace and
Corporation” atau yang dikenal dengan Dasasila Bandung. Salah satu keberhasilan
Konferensi Asia-Afrika adalah meredakan ketegangan global setelah negara-negara
imperialis kolonial meninggalkan jajahannya dalam Perang Dunia II demi lahirnya
pemahaman Dunia Ketiga.
Selain perannya dalam mendukung perdamaian dunia,
Konferensi Asia Afrika juga mendukung upaya Indonesia untuk membebaskan Irian
Barat.
0 Komentar