Meski presiden AS terus berganti, hubungan antara
Indonesia dan AS masih berlanjut dengan baik hingga saat ini. Ini juga terjadi
pada 1950-an dan 1960-an. Setelah
menjalani dua periode, Dwight Eisenhower
digantikan oleh Demokrat John F. Kennedy.
Saat itu, Amerika Serikat menghadapi momen lain untuk
merespon situasi politik di Indonesia. Setelah kunjungan pertamanya ke Amerika
Serikat pada tahun 1956, Soekarno juga melakukan perjalanan ke Uni Soviet.
Komitmen Soekarno untuk menjaga hubungan baik dengan
Uni Soviet membuat Amerika Serikat "panas". Padahal, Indonesia
berupaya menegakkan prinsip negara yang non blok dan asing yang bebas aktif.
Persahabatan mereka dimulai pada tahun 1961 ketika
John F. Kennedy mengundang Soekarno ke Amerika Serikat untuk membahas hubungan
kedua negara dan dunia internasional. Soekarno dengan senang hati menerima
undangan itu. Ketika Soekarno tiba di Washington, D.C., ada hal yang berbeda
dengan kedatangan para pemimpin lain di Amerika, seperti John F. Kennedy
menyambut Bung Karno.
Pertemuan pertama mereka tidak sebatas persahabatan antara kedua negara, dan tujuan
Kennedy adalah membujuk Bung Karno untuk melepaskan pilot Amerika yang
terperangkap di Indonesia timur.
Masalah Irian Barat juga merupakan masalah serius bagi
Indonesia. Indonesia ingin Irian Barat kembali ke Indonesia. Meski Belanda tetap berusaha mempertahankannya sebagai koloni.
Soekarno mencoba mendekati Amerika Serikat untuk
menekan Belanda. Presiden Kennedy menerima usul dari para penasihatnya untuk
mengundang Soekarno ke Amerika Serikat.
Pertemuan Soekarno dengan John F. Kennedy
Sebelumnya, John F. Kennedy mengunjungi Indonesia pada tahun 1957 sebagai
anggota Kongres AS. Selama di Jakarta, Kennedy mulai menyadari bahwa Indonesia
adalah negara yang bebas dan aktif.
Akhirnya, pada 24 April 1961, Soekarno menerima
undangan Presiden Amerika Serikat yang
ke-35 itu. Pesawat Pan Am dipercaya
untuk membawa Soekarno dan rombongan.
Delegasi Indonesia tiba di Pangkalan Angkatan Udara
Andrews pada pukul 10.00 WIB. Bagaikan tamu penting, Kennedy menyambut
kedatangan pemimpin Indonesia itu dan langsung menuju Washington.
Baskara T. Wardaya, dalam Indonesia Against America:
The Cold War Conflict 1953-1963 (2008), mengungkapkan bahwa pembicaraan antara
kedua negara tingkat tinggi tersebut
terkait dengan masalah Irian Barat dan dunia internasional.
Kennedy membuka pembicaraan dengan menanyakan pentingnya Irian Barat bagi Indonesia.
Apalagi menurut Kennedy, orang-orang yang tinggal di Papua saat ini adalah orang-orang dengan ras Melanesia. Selain
itu, Belanda memiliki keuangan yang lebih stabil untuk mengelola daerah ini.
“Kenapa Irian Barat?” kata Kennedy. Soekarno menjawab
dengan tegas bahwa Irian Barat adalah
wilayah Indonesia dan harus dikembalikan ke tanah asalnya, Indonesia.
Pendapat Soekarno
Dalam pertemuan tersebut, Soekarno juga memaparkan
tentang Irian Barat bagi Indonesia. Dia
menjelaskan bahwa tidak semua orang di Amerika Serikat juga berkulit putih. Keragaman ras yang berbeda
adalah ciri khas Indonesia. Orang-orang dari semua ras, dari Sumatera hingga
Maluku, senang menjadi bagian dari Indonesia.
“Karena daerah ini adalah bagian dari negara kami.
Orang Dayak Kalimantan seperti orang Papua di Irian Barat. Hawaii adalah bagian
dari Amerika Serikat, tetapi mereka adalah ras yang berbeda. Orang kulit
hitam. adalah ras yang berbeda, ” kata Soekarno kepada John F. Kennedy.
Pembicaraan Soekarno-Kennedy dilakukan secara terbuka,
tetapi pada dasarnya tidak tercapai kesepakatan mengenai masalah Irian Barat.
Amerika Serikat harus menjaga hubungan baik dengan Belanda. Karena Belanda
adalah sekutu penting NATO yang
melindungi Eropa Barat. Amerika Serikat juga tidak ingin Indonesia terpengaruh
oleh komunisme Soviet. Menteri Luar Negeri AS, Dean Rusk Kennedy
mendesak Kennedy untuk membawa kontroversi tersebut ke PBB.
Akhirnya, pada pertengahan tahun 1961, masalah Irian
Barat secara resmi dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia
menanggapi rencana ini dengan
memperkenalkan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada Desember 1961.
0 Komentar